Akhir maret 2017 lalu merupakan pengalaman pertama saya untuk mendaki ke puncak gunung yang benar-benar gunung. Ya, sebelumnya saya memang pernah naik gunung sekelas anak gunung Krakatau, gundukan tanah di belakang rumah yg teman-teman masa kecil saya sebut gunung, serta beberapa gunung kembar yang tidak perlu kamu tanyakan milik siapa. Enggak, itu becanda! 😀
2 minggu sebelum pendakian dimulai, berbagai persiapan pun dilakukan. Mulai dari mengumpulkan alat-alat untuk kebutuhan kelompok, mendaftarkan pendakian secara online, menyiapkan berbagai kebutuhan pribadi, hingga (sok) olahraga bersama agar tubuh lebih siap untuk berjalan sampai ke puncak Gunung Panrango.
Ya, Gunung Gede-pangrango merupakan gunung alam pertama yang saya daki setelah 24 tahun hidup di dunia yang fana ini. Bersama 7 rekan kerja yang 2 diantaranya adalah perempuan, disinilah keseruan pendakian gunung pertama saya dimulai.
Salah Kostum dan Dimanja
Berangkat jumat malam, tanggal 31 Maret 2017 dari tempat kerja yang terletak di Jalan Woltermonginsidi, Jakarta Selatan, kami berangkat menuju basecamp yang terletak di Cibodas menggunakan mobil pribadi. Karena perbedaan tempat kerja dan lokasi tinggal, beberapa dari kami berangkat secara terpisah dan memutuskan untuk bertemu di basecamp Cibodas. Hampir jam 1 malam barulah semua anggota bertemu di basecamp Cibodas.
Karena ini merupakan kali pertama saya dalam mendaki gunung, saya mendapat keringanan untuk membawa daypack yang berisi peralatan pribadi, sleeping bag sendiri, dan snack untuk dikonsumsi saat dijalan. Tenda dan logistik lainnya dibawa oleh 2 pria 4 pria tangguh yang sudah berulang kali naik turun gunung. Yay!
Dan, karena ke-sok-tahuan saya, ternyata sepatu yang akan digunakan untuk mendaki tergolong kurang cocok. Saya menggunakan boots berbahan kulit dari bro.do yang katanya akan membuat saya cepat lelah karena bobotnya yang cukup berat.
Cibodas Sampai Kandang Badak yang Penuh Drama
Berangkat dari basecamp Cibodas sekitar pukul 8 pagi, kami memulai pendakian yang penuh drama ini. Berjalan menyusuri jalan yang berbatu, lalu singgah di post pertama untuk menukarkan simaksi. Simaksi merupakan singkatan dari Surat ijin masuk kawasan hutan konservasi. Untuk Gunung Gede-pangrango sendiri kamu dapat mengurus simaksi secara online dan melakukan pembayaran administrasi lewat bank transfer.
Baca Juga: Archery Battle, Picnic, dan Off-road Seru di Trizara Resort Lembang Bandung
Selesai mengurus simaksi dan pemeriksaan kelengkapan barang-barang yang akan dibawa naik, kamu lalu melanjutkan perjalanan. Sekedar tambahan informasi, untuk kamu yang ingin naik ke puncak gunung gede pangrango agar tidak membawa tissue basah karena sudah ada larangan membawa tissue bawah ke gunung gede.
Selesai melengkapi berbagai data yang dibutuhkan untuk bisa naik ke puncak gunung, kami lalu melanjutkan perjalanan. Ternyata sepanjang jalan menuju post berikutnya kami bertemu banyak orang. Baik mereka yang juga akan naik ke puncak gunung gede, maupun mereka yang sekadar lewat untuk mengunjungi Curug Cibeureum, Air Terjun Cantik di Lereng Gunung Gede Pangrango.
Setelah berjalan hampir 1 jam, kami lalu tiba di post Telaga Biru. Disini ada banyak pendaki yang beristirahat untuk sekedar sarapan dan membuat kopi. Saya melihat bermacam ragam anak gunung sejati dengan gaya santainya. Mereka yang ramah, berbagi makanan dengan setiap orang yang lewat, kenal maupun tidak. Kami lalu memutuskan untuk singgah pula di post ini agar bisa mengisi kampung tengah yang mulai ribut.
Sumber Air Panas Ditengah Dinginnya Gunung
Satu hal yang menarik di jalur pendakian gunung gede-pangrango adalah adanya sumber mata air panas yang terus mengalir tanpa henti. Menurut cerita mereka yang sudah berulang kali naik turun gunung, yang menjadi alasan gunung gede cocok untuk pemula adalah tersedianya sumber air bersih sepanjang jalur pendakian, bahkan sampai puncak. Di beberapa gunung lain mungkin kita perlu menghemat air sedemikian rupa dan membawa air dari bawah ke puncak. Hal ini tentu sangat menyulitkan bagi para pendaki pemula yang belum terbiasa membawa beban berat seperti saya 😀
Baca Juga: Petungkriyono, Negeri Atas Awan Pekalongan yang Mempesona
Sekitar 3 jam berjalan dari telaga biru tadi, kami lalu sampai di sumber mata air panas. Jalanan yang memotong sumber aliran air yang hanya dilengkapi 1 utas tali untuk berpegang membuat kami perlu ekstra hati-hati melewati jalur ini. Badan yang sebelumnya terasa lelah melewati jalan berbatu terasa segar kembali setelah menyentuh aliran mata air panas ini.
Setelah melewati jalur air panas ini, kami memutuskan untuk makan siang karena matahari sudah tepat berada di atas kepala. Makan siang sederhana dengan lauk tempe orek, tapi disantap dengan lahap kasi semua. Bahagia itu sungguh sangat sederhana 🙂
Tepat pada suapan terakhir makan siang kami, tiba-tiba hujan turun dengan intensitas sedang. Dengan tenaga sehabis makan siang kami bergerak dengan sangat cepat untuk mengemasi berbagai perbekalan. Tidak ingin membuat perjalanan menjadi lebih lama dari estimasi, kami memutuskan untuk menerobos hujan agar segera bisa ishirahat di tempat perkemahan.
Berutung setelah berjalan hampir 2 jam menerobos hujan, memasuki area perkemahan hujan pelan-pelan berhenti sehingga kami dapat mendirikan tenda tanpa gangguan hujan. Pendakian hari pertama yang cukup melelahkan dan penuh drama.
Setelah selesai mendirikan tenda, mengisi perut, kami memutuskan untuk segera istirahat sekitar pukul 7 malam. Hujan kembali turun rintik-rintik, dan kami semua mulai lelap ditengah dinginnya cuaca gunung. 🙂
Perjalanan Menuju Puncak Gunung Pangrango
Seharusnya kami semua bangun pukul 4 pagi ini, kenyataannya semua tertidur dengan pulasnya karena cuaca yang sangat dingin. Saya sendiri sempat beberapa kali menggigil meskin sudah menggunakan baju hangat dan tidur di sleeping bag. Buat kamu yang belum pernah mendaki gunung dan ingin mencoba, pastikan kamu mempersiapkan berbagai hal untuk menjaga kesehatan. Terutama untuk mengatasi dinginnya cuaca di gunung.
Setelah sarapan kecil, minum teh dan menyiapkan perbekalan untuk Summit Attack, kami lalu mulai berjalan menuju puncak gunung sekitar pukul 7 pagi. Cuaca gunung sedang dingin-dinginnnya, berjalan kaki sepagi mungkin adalah cara terbaik menghangatkan badan.
Baca Juga: Mendaki? Siapkan 18 Barang Penting Ini bagi Kamu yang Pemula!
Setelah berjalan cukup lama melewati jalan tanah, tanjakan terjal dan licin, menyusupi lorong-lorong pepohonan yang tumbang, tibalah kami di puncak gunung gede Pangrangro. Kami tiba bersama rombongan lain yang juga bangun kesiangan untuk Summit Attack. Tidak banyak hal yang bisa saya ceritakan selama di puncak selain kalian nikmati sendiri lewat foto di bawah ini.
Tips Naik Gunung Bagi Pemula:
-
Bawa pakaian tebal untuk mengatasi cuaca dingin di Gunung
-
Gunakan sepatu yang aman dan nyaman
-
Gunakan celana panjang yang menutupi mata kaki
-
Bawa obat-obatan pribadi
-
Bawa kaos kaki cadangan untuk tidur
-
Bawa makanan ringan yang mengandung banyak gula seperti coklat, untuk asupan tenaga.
Ya, begitulah kira-kira cerita perjalan saya pertama kali dalam mendaki gunung. Kalau kamu ingin mendaki gunung untuk kali yang pertama juga, pastikan kamu berangkat bersama mereka yang sudah sering naik turun gunung. Naik Gunung tidak sesulit yang orang-orang ceritakan, kok 🙂
4 replies on “Pertama Kali Naik Gunung? Kamu Mungkin Perlu Membaca Cerita Saya”
Selama ini cuma trekking cantik aja ke bukit, dan kepengen banget nyobain mendaki gunung. Udah banyak yang ngajakin eh seringnya gagal karena kerjaan.
Duh duh duh.
seru bang petualangannya, jadi pengen mendaki juga nih
Mantap Babang.. kupengin naik gunung juga jadinya. btw, kayaknya hampir semua yg naik gunung pertama kali sering salah pake sepatu. mendings epatunya babang, nggak make sneaker converse yg bikin kepleset terus. 😀 balik-balik sepatunya langsung soak.
Haha iyaaa, naik gununglah besok :p
Iya mending sih sepatunya, kebetulan pas naik hujan. Lumayan sepatunya gak rembes air haha.
Comments are closed.